About Me

Sabtu, 20 Februari 2010

Hujan



Hujan


Ribuan malaikat terbang bebas ke bumi
.
Membawa kabar suka cita pada dunia.
Raganya mungil...
jernih seakan tak kasat mata

Aura damainya terbias bebas
Nafasnya yang khas disampaikan bayu beberapa saat lalu.

Kini gersang mulai cemas.
Mungkin sebentar lagi akan tersedu.
Meratapi diri bahwa harus segera berkemas
Menyusul panas yang lebih dulu berlalu.

Satu per satu malaikat mendarat.
Isinya terlepas membuat tempias.
Tersesap lesap dalam pori-pori dunia.
Memperkenalkan nama "basah" pada pijakannya.

Kemudian, Sang tanah terkesiap.
"Siapakah gerangan yang tahu kerinduanku?" katanya.
"Bukankah aku tak pernah berbicara pada siapapun?
Mungkin ia tahu dari ragaku yang sudah pecah tak karuan.
Ah, biarlah....
Kukirimkan saja rasa terima kasihku."

Dan gelembung-gelembung pun mulai bermunculan di atas genangan air.

Seekor katak berteriak:
"Oiii... Bro... Kita banyak-banyakan memecahkan gelembung, yuk!
Bukankah kita rindu pada saat-saat seperti ini?!"
Mereka pun mulai kegirangan.
Melampiaskan segenap hasrat yang lama terpendam.
Sekali sentuhan mereka, air genangan memercik basah pada tubuh-tubuh hijau.

Air???
Ya.... Air....
Manusia menyebut kabar suka cita itu sebagai air.
Anak-anak manusia suka bermain air.

Ya....
Entah sudah berapa tahun aku melupakan sebutan itu.

Air....
Air....
Air....

Gumamanku terus berlanjut...
hingga kekacauan rupa tanah mulai mengingat kembali istilah "becek"


Bejen, 20 Februari 2010.
Ndezzz.


...sejumlah kata ini kudedikasikan kepada tanah-tanah yang kerap rindu akan setetes hujan...

Rabu, 10 Februari 2010

Solilokui tentang Lampu Taman



Wahai manusia, di atas pagar bata ini aku telah terbaring lama. Melampaui ratusan ribu detik, aku duduk di kasur hitamku ini. Menikmati waktu tanpa melewatkan satu pun saat-saat matahari lelah bertengger di puncak langit.
Di samping kiriku, ada pohon flamboyan. Daun-daunnya menudungiku dari matahari... Betapa baiknya dia... Dengan kelebihannya, dia tidak menghancurkanku yang mudah pecah ini. Batangnya memang cukup besar, seolah mengancam akan menjatuhi diriku. Namun, dengan percaya diri ia berkata... "Tenang kawan, sekalipun aku tumbuh di pinggir tebing ini, akarku dan tanah ini masih saling berpegangan erat. Aku juga yakin tanah ini tidak akan menghianatiku sehingga melepaskan pegangan tangannya." Aku pun percaya pada makluhk hidup maha besar ini.

Wahai manusia, aku adalah benda mati. aku tak pandai menghitung bahkan angka pun tak kenal. Entah telah berapa waktu lamanya aku bertengger di sini. Menemani dan menerangi sekitarku. Memikat serangga-serangga kecil untuk bermain menghibur-ku ketika kalian terlelap di malam hari.

Singgah di alam luar memang menyenangkan. Aku menjadi saksi bisu akan bunga sedap malam yang mekar. Menatap purnama hingga pagi menjelang. Sampai-sampai aku lupa berapa meter debu yang terus mempertebal tubuhku.

Aku kerap berkhyalal suatu saat aku bisa ngomong dengan kalian. Seandainya bisa, aku memohon dengan segala kerendahan hatiku agar kalian mau membersihkan debuku. Mungkin bagi kalian aku adalah barang sepele. Mungkin bagi kalian, aku sudah bisa menyala kalian sudah tidak kelabakan lagi. Namun, bukankah kalian akan lebih senang bila menyaksikan taman ini lebih terang.

Sekurang-kurangnya aku bisa selalu bersyukur. setidaknya tiap tetes hujan mampu mengurangi debu-debu yang singgah di atas tubuhku.

Tak kuhitung aku berdiam di atas pagar ini. Atau berapa senja lagi yang telah kusaksikan. Yang jelas, dingin dan panas dunia membuat aku makin renta dan kenyang usia.

Tapi, aku tak peduli itu!!!

Yang terus kuperjuangkan adalah bagaimana aku terus memberi terang bagi sekitarku.

Mungkin.... Usiaku tinggal besok, lusa, atau masih lama lagi. Akan tetapi bial aku mati nanti, aku akan mati dengan bahagia karna tanggungjawabku telah terpenuhi. Yaitu: memberi terang bagi sekitar agar keindahan masing-masing sekitarku menjadi kentara ketika matahari sudah lelah meraja.

Seniman, Karya Seni, dan Penikmat Seni

Dalam imanku, aku terlahir ke dunia karena diutus oleh Allah. Allah memiliki sebuah rencana bagi dunia dan Ia memilihku untuk menunaikan salah satu rencana-Nya. Ini bukan hanya berlaku untukku saja, melainkan berlaku bagi setiap orang dan setiap ciptaan yang ada di dunia.Ia menciptakan aku sebagai karya tangan-Nya. Karna Allah suka akan kebaikan, barangkali tiap ciptaan diciptakan untuk menambah indahnya dunia.

Seorang seniman tidak menciptakan karyanya untuk menambah keburukan dan ketidakharmonisan dunia. Seorang seniman menyampaikan isi hatinya, pesannya, ungkapan dirinya melalui karya-karyanya. Tiap karya yang diciptakan adalah magnet dengan daya tariknya masing-masing yang menarik hati orang lain untuk mengatakan sesuatu tentang keindahan; menafsirkan sesuatu tentang maksud dari lukisan itu; meraba-raba isi hati Sang Seniman melalui goresan-goresannya. Akhirnya, Sang Penikmat Seni itu sampai pada tahap mencoba mengenali karakter senimannya melalui karya-karyanya itu. Kemudian, sang penikmat seni melontarkan pujian, komentar, dan tanggapan kepada Sang Seniman.
Sayangnya, akal budi Sang Penikmat Seni terlalu terbatas untuk mengerti nilai, makna, serta maksud di balik karya-karya seni Sang Seniman. Ada kemungkinan tafsiran Sang Penikmat Seni hampir sama dengan maksud Sang Seniman sebenarnya. Ada pula penafsiran Sang Penikmat Seni yang jauh melenceng dari maksud Sang Seniman. Oleh karena itu, sebuah karya seni menjadi ‘makhluk’ tersendiri yang bisa ‘berbicara’ tergantung dari perspektif Sang Penikmat Seni. Karya seni menjadi dunia ke 3 yang sungguh menambah misteri semesta. Kalau mau tau maksud sebenarnya, langsung tanyakan saja kepada Sang Seniman pembuat karya itu. Ironisnya lagi, Sang Penikmat Seni kurang memiliki waktu atau kesulitan untuk berhubungan langsung dengan Sang Seniman. Bahkan ketika berjumpa dengan Sang Seniman pun, penafsiran Sang Penikmat Seni atas kata-kata yang diungkapkan Sang Seniman berbeda-beda pula. Dengan begitu, kata-kata itu merupakan misteri baru, ‘makhluk’ baru yang bisa ‘ngomong’ sesuai dengan penafsiran Sang Penikmat Seni yang mendengarkan.

Benar-benar kompleks kehidupan ini!

Dunia di mana kita tinggal, tidak hanya berisi Sang Seniman dan Sang Penikmat Seni. Ada pula ciptaan yang enggan menjadi Penikmat Seni. Ia benar-benar acuh tak acuh terhadap karya-karya Sang Seniman. Jika sudah demikian, berapa banyak misteri yang ada di dunia ini?
Kawan, seandainya Sang Seniman itu adalah Allah (bagi orang yang percaya bahwa Allah itu ada), dan Sang Penikmat Seni atau Sang Bukan Penikmat Seni adalah kita, What’s then?
Kawan, sebenarnya ini bukan kategori solilokui sih.. wong yg ngomong aku....
yah... anggap aja ini sebuah testimoni tentang siapa saja yang kubicarakan di sini...

Seandainya, aku masih boleh berceloteh, aku akan berkomentar demikian:
Allah adalah Sang Seniman Agung atas jagad raya ini. Aku dan segala yang ada di jaga raya ini adalah karya seni-Nya. Kepada karya-Nya, manusia, Ia menambahkan akal budi dan kehendak bebas sebagai hiasan yang khas atas salah satu karya tangan-Nya ini. Aksesori inilah yang memampukan manusia untuk menjadi sebuah karya seni sekaligus Penikmat seni sekaligus Seniman-seniman Kecil Duniawi yang menjadi perpanjangan tangan-Nya untuk kelangsungan kreasi-kreasi-Nya di dunia. Maka, bolehlah manusia itu disebut Creator and creature in time. Sedangkan, Allah, bagi orang-orang yang mempercayai paham ke-Allah-an, pantas mendapat julukan The Greatest Creator of All Creatures.

Maka, ukuran kita/ aku melakukan kehendak Allah atau tidak melakukan kehendak Allah diukur dari seberapa besar keterlibatanku untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya di dunia yang selalu mencipta hanya demi keindahan dunia. Mungkin benar dan memang benar bahwa tiap manusia memiliki batasan-batasan karena manusia hanya sebatas creature. Dan karena keterlibatan itu, aku, manusia, kerap tidak mengerti mana yang merupakan kehendak Allah atau bukan. Tiap ajaran agama memiliki patokan-patokan dan rumusannya sendiri tentang batasan-batasan mana yang disebut kehendak Allah dan mana yang bukan. Namun mulai sekarang yang kupercayai sebagai kehendak Allah adalah demikian: sejauh hasil dari karyaku di dunia semakin menambah keindahan dan harmoni dalam dunia dan bukan kekacauan yang kuhasilkan, berarti itulah kehendak Allah.

Seandainya, aku diserang oleh orang-orang yang tidak percaya akan Allah, aku masih tetap memiliki satu keuntungan, yaitu: aku tetap terlibat menambah keindahan dan harmoni dunia. Seandainya, Allah memang benar-benar ada, aku mendapat 2 keuntungan: yang pertama adalah aku telah menambah keindahan dan harmoni dunia, dan aku bangga karna menjadi ciptaan yang boleh ikut bersama-sama mencipta dengan Sang Seniman pembuat diriku (Creature and creator in time)