About Me

Rabu, 10 Februari 2010

Seniman, Karya Seni, dan Penikmat Seni

Dalam imanku, aku terlahir ke dunia karena diutus oleh Allah. Allah memiliki sebuah rencana bagi dunia dan Ia memilihku untuk menunaikan salah satu rencana-Nya. Ini bukan hanya berlaku untukku saja, melainkan berlaku bagi setiap orang dan setiap ciptaan yang ada di dunia.Ia menciptakan aku sebagai karya tangan-Nya. Karna Allah suka akan kebaikan, barangkali tiap ciptaan diciptakan untuk menambah indahnya dunia.

Seorang seniman tidak menciptakan karyanya untuk menambah keburukan dan ketidakharmonisan dunia. Seorang seniman menyampaikan isi hatinya, pesannya, ungkapan dirinya melalui karya-karyanya. Tiap karya yang diciptakan adalah magnet dengan daya tariknya masing-masing yang menarik hati orang lain untuk mengatakan sesuatu tentang keindahan; menafsirkan sesuatu tentang maksud dari lukisan itu; meraba-raba isi hati Sang Seniman melalui goresan-goresannya. Akhirnya, Sang Penikmat Seni itu sampai pada tahap mencoba mengenali karakter senimannya melalui karya-karyanya itu. Kemudian, sang penikmat seni melontarkan pujian, komentar, dan tanggapan kepada Sang Seniman.
Sayangnya, akal budi Sang Penikmat Seni terlalu terbatas untuk mengerti nilai, makna, serta maksud di balik karya-karya seni Sang Seniman. Ada kemungkinan tafsiran Sang Penikmat Seni hampir sama dengan maksud Sang Seniman sebenarnya. Ada pula penafsiran Sang Penikmat Seni yang jauh melenceng dari maksud Sang Seniman. Oleh karena itu, sebuah karya seni menjadi ‘makhluk’ tersendiri yang bisa ‘berbicara’ tergantung dari perspektif Sang Penikmat Seni. Karya seni menjadi dunia ke 3 yang sungguh menambah misteri semesta. Kalau mau tau maksud sebenarnya, langsung tanyakan saja kepada Sang Seniman pembuat karya itu. Ironisnya lagi, Sang Penikmat Seni kurang memiliki waktu atau kesulitan untuk berhubungan langsung dengan Sang Seniman. Bahkan ketika berjumpa dengan Sang Seniman pun, penafsiran Sang Penikmat Seni atas kata-kata yang diungkapkan Sang Seniman berbeda-beda pula. Dengan begitu, kata-kata itu merupakan misteri baru, ‘makhluk’ baru yang bisa ‘ngomong’ sesuai dengan penafsiran Sang Penikmat Seni yang mendengarkan.

Benar-benar kompleks kehidupan ini!

Dunia di mana kita tinggal, tidak hanya berisi Sang Seniman dan Sang Penikmat Seni. Ada pula ciptaan yang enggan menjadi Penikmat Seni. Ia benar-benar acuh tak acuh terhadap karya-karya Sang Seniman. Jika sudah demikian, berapa banyak misteri yang ada di dunia ini?
Kawan, seandainya Sang Seniman itu adalah Allah (bagi orang yang percaya bahwa Allah itu ada), dan Sang Penikmat Seni atau Sang Bukan Penikmat Seni adalah kita, What’s then?
Kawan, sebenarnya ini bukan kategori solilokui sih.. wong yg ngomong aku....
yah... anggap aja ini sebuah testimoni tentang siapa saja yang kubicarakan di sini...

Seandainya, aku masih boleh berceloteh, aku akan berkomentar demikian:
Allah adalah Sang Seniman Agung atas jagad raya ini. Aku dan segala yang ada di jaga raya ini adalah karya seni-Nya. Kepada karya-Nya, manusia, Ia menambahkan akal budi dan kehendak bebas sebagai hiasan yang khas atas salah satu karya tangan-Nya ini. Aksesori inilah yang memampukan manusia untuk menjadi sebuah karya seni sekaligus Penikmat seni sekaligus Seniman-seniman Kecil Duniawi yang menjadi perpanjangan tangan-Nya untuk kelangsungan kreasi-kreasi-Nya di dunia. Maka, bolehlah manusia itu disebut Creator and creature in time. Sedangkan, Allah, bagi orang-orang yang mempercayai paham ke-Allah-an, pantas mendapat julukan The Greatest Creator of All Creatures.

Maka, ukuran kita/ aku melakukan kehendak Allah atau tidak melakukan kehendak Allah diukur dari seberapa besar keterlibatanku untuk menjadi perpanjangan tangan-Nya di dunia yang selalu mencipta hanya demi keindahan dunia. Mungkin benar dan memang benar bahwa tiap manusia memiliki batasan-batasan karena manusia hanya sebatas creature. Dan karena keterlibatan itu, aku, manusia, kerap tidak mengerti mana yang merupakan kehendak Allah atau bukan. Tiap ajaran agama memiliki patokan-patokan dan rumusannya sendiri tentang batasan-batasan mana yang disebut kehendak Allah dan mana yang bukan. Namun mulai sekarang yang kupercayai sebagai kehendak Allah adalah demikian: sejauh hasil dari karyaku di dunia semakin menambah keindahan dan harmoni dalam dunia dan bukan kekacauan yang kuhasilkan, berarti itulah kehendak Allah.

Seandainya, aku diserang oleh orang-orang yang tidak percaya akan Allah, aku masih tetap memiliki satu keuntungan, yaitu: aku tetap terlibat menambah keindahan dan harmoni dunia. Seandainya, Allah memang benar-benar ada, aku mendapat 2 keuntungan: yang pertama adalah aku telah menambah keindahan dan harmoni dunia, dan aku bangga karna menjadi ciptaan yang boleh ikut bersama-sama mencipta dengan Sang Seniman pembuat diriku (Creature and creator in time)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

"sejauh hasil dari karyaku di dunia semakin menambah keindahan dan harmoni dalam dunia dan bukan kekacauan yang kuhasilkan, berarti itulah kehendak Allah"....
masih agak ga ngerti....
seandainya terjadi pada kita sesuatu yang membuat kita jd ga indah, itu jg kehendak Allah kan???hehehe...pertanyaan Kodok konyol banget!!!

Posting Komentar