skip to main |
skip to sidebar
Wahai manusia, di atas pagar bata ini aku telah terbaring lama. Melampaui ratusan ribu detik, aku duduk di kasur hitamku ini. Menikmati waktu tanpa melewatkan satu pun saat-saat matahari lelah bertengger di puncak langit.
Di samping kiriku, ada pohon flamboyan. Daun-daunnya menudungiku dari matahari... Betapa baiknya dia... Dengan kelebihannya, dia tidak menghancurkanku yang mudah pecah ini. Batangnya memang cukup besar, seolah mengancam akan menjatuhi diriku. Namun, dengan percaya diri ia berkata... "Tenang kawan, sekalipun aku tumbuh di pinggir tebing ini, akarku dan tanah ini masih saling berpegangan erat. Aku juga yakin tanah ini tidak akan menghianatiku sehingga melepaskan pegangan tangannya." Aku pun percaya pada makluhk hidup maha besar ini.
Wahai manusia, aku adalah benda mati. aku tak pandai menghitung bahkan angka pun tak kenal. Entah telah berapa waktu lamanya aku bertengger di sini. Menemani dan menerangi sekitarku. Memikat serangga-serangga kecil untuk bermain menghibur-ku ketika kalian terlelap di malam hari.
Singgah di alam luar memang menyenangkan. Aku menjadi saksi bisu akan bunga sedap malam yang mekar. Menatap purnama hingga pagi menjelang. Sampai-sampai aku lupa berapa meter debu yang terus mempertebal tubuhku.
Aku kerap berkhyalal suatu saat aku bisa ngomong dengan kalian. Seandainya bisa, aku memohon dengan segala kerendahan hatiku agar kalian mau membersihkan debuku. Mungkin bagi kalian aku adalah barang sepele. Mungkin bagi kalian, aku sudah bisa menyala kalian sudah tidak kelabakan lagi. Namun, bukankah kalian akan lebih senang bila menyaksikan taman ini lebih terang.
Sekurang-kurangnya aku bisa selalu bersyukur. setidaknya tiap tetes hujan mampu mengurangi debu-debu yang singgah di atas tubuhku.
Tak kuhitung aku berdiam di atas pagar ini. Atau berapa senja lagi yang telah kusaksikan. Yang jelas, dingin dan panas dunia membuat aku makin renta dan kenyang usia.
Tapi, aku tak peduli itu!!!
Yang terus kuperjuangkan adalah bagaimana aku terus memberi terang bagi sekitarku.
Mungkin.... Usiaku tinggal besok, lusa, atau masih lama lagi. Akan tetapi bial aku mati nanti, aku akan mati dengan bahagia karna tanggungjawabku telah terpenuhi. Yaitu: memberi terang bagi sekitar agar keindahan masing-masing sekitarku menjadi kentara ketika matahari sudah lelah meraja.
About Me
Ketika suaraku hanya abu di antara bilah-bilah kayu
Rabu, 10 Februari 2010
Solilokui tentang Lampu Taman
Wahai manusia, di atas pagar bata ini aku telah terbaring lama. Melampaui ratusan ribu detik, aku duduk di kasur hitamku ini. Menikmati waktu tanpa melewatkan satu pun saat-saat matahari lelah bertengger di puncak langit.
Di samping kiriku, ada pohon flamboyan. Daun-daunnya menudungiku dari matahari... Betapa baiknya dia... Dengan kelebihannya, dia tidak menghancurkanku yang mudah pecah ini. Batangnya memang cukup besar, seolah mengancam akan menjatuhi diriku. Namun, dengan percaya diri ia berkata... "Tenang kawan, sekalipun aku tumbuh di pinggir tebing ini, akarku dan tanah ini masih saling berpegangan erat. Aku juga yakin tanah ini tidak akan menghianatiku sehingga melepaskan pegangan tangannya." Aku pun percaya pada makluhk hidup maha besar ini.
Wahai manusia, aku adalah benda mati. aku tak pandai menghitung bahkan angka pun tak kenal. Entah telah berapa waktu lamanya aku bertengger di sini. Menemani dan menerangi sekitarku. Memikat serangga-serangga kecil untuk bermain menghibur-ku ketika kalian terlelap di malam hari.
Singgah di alam luar memang menyenangkan. Aku menjadi saksi bisu akan bunga sedap malam yang mekar. Menatap purnama hingga pagi menjelang. Sampai-sampai aku lupa berapa meter debu yang terus mempertebal tubuhku.
Aku kerap berkhyalal suatu saat aku bisa ngomong dengan kalian. Seandainya bisa, aku memohon dengan segala kerendahan hatiku agar kalian mau membersihkan debuku. Mungkin bagi kalian aku adalah barang sepele. Mungkin bagi kalian, aku sudah bisa menyala kalian sudah tidak kelabakan lagi. Namun, bukankah kalian akan lebih senang bila menyaksikan taman ini lebih terang.
Sekurang-kurangnya aku bisa selalu bersyukur. setidaknya tiap tetes hujan mampu mengurangi debu-debu yang singgah di atas tubuhku.
Tak kuhitung aku berdiam di atas pagar ini. Atau berapa senja lagi yang telah kusaksikan. Yang jelas, dingin dan panas dunia membuat aku makin renta dan kenyang usia.
Tapi, aku tak peduli itu!!!
Yang terus kuperjuangkan adalah bagaimana aku terus memberi terang bagi sekitarku.
Mungkin.... Usiaku tinggal besok, lusa, atau masih lama lagi. Akan tetapi bial aku mati nanti, aku akan mati dengan bahagia karna tanggungjawabku telah terpenuhi. Yaitu: memberi terang bagi sekitar agar keindahan masing-masing sekitarku menjadi kentara ketika matahari sudah lelah meraja.
Labels
- Ajar Urip (15)
- Artikel Lepas (1)
- Ngayal (1)
- Panggilan hidup (3)
- Poems (10)
- Solilokui (3)
- Tujuan hidup (2)
4 komentar:
satu kata dari Kodok :
SETUJU
sipp !
ga jauh beda sama lilin .
@mba sita: hehehe.. iya mbak ga jauh beda emang... tp lampu beda secara esensial.. dia lebih rapuh. Bila tidak ada yang menjaga atau tidak ada dudukan yang kokoh, dia akan pecah...
Punyamu sering update ya mba? ^_^
ra sah nganggo mbak ..ketok tua ki lhoo .
ya lumayan ..
kalo lg ada ide m waktu ak pasti update .hehe .
btw dg mas syp y ini ?
Posting Komentar