Hari Minggu kemarin aku main ke pantai Kuwaru. Letaknya di sebelah Barat pantai Samas. Awalnya aku ga pengen ikut sih. Selain males, ya aku sendiri capek karna sering bolak-balik Jogja Bantul. Namun, karena ramai dan banyak teman-teman karyawan yang ikut, akhirnya aku ikut juga. Aku pikir, ya, itung-itung menambah keakraban dengan rekan-rekan kerjaku yang baru n refreshing. Mungkin aku butuh refresing juga biar sejenak melupakan kepenatan dan kepeningan kepala. hahahahaha....
Karna capek, selama di pantai, aku hanya duduk dan memandangi luasnya sudut pandang. Menatap lekat pada ombak yang mencumbui pantai dengan liarnya. Sesekali melirik pada gunung-gunung ombak yang terus menantang langit dan ingin menggapai langit di sepanjang cakrawala.
Ahh..... sungguh menyenangkan....
Betapa alam ini sesungguhnya nikmat untuk dipandang berlama-lama. Pokoke g bakal pulang lah kalau temen-temen lain g ngajak n maksa pulang karena kelaparan. hahahaha....
AHHHHH....... tenangnya hatiku... damainya jiwaku....
Setidaknya hari ini aku berhasil mendengarkan salah satu pesan dari alam....
Ketika aku memandang garis-garis pantai dan mencermati jejak-jejak yang terhapus ombak, aku disadarkan satu hal....
Ndezzzzz...... jejakmu di bumi ini mudah sekali punah. Contoh yang paling jelas adalah jejak-jejak manusia di pantai yang begitu mudahnya lenyap tak berbekas. Kecupan-kecupan ombak ke pantai begitu mudahnya melupakan jejak-jejak manusia di atas pasir dan mengembalikan rupa pasir menjadi rata; menggantikannya dengan goresan-goresan garis ombak.
Aku merasa diingatkan bahwa hidup di dunia itu hanya seperti orang yang mampir minum di warung angkringan.
Orang yang mampu mengingat kita adalah orang yang mampu mengenal dan mengenali kita. Ketika orang tidak berminat untuk mengenal dan mengenali, ya, dia seperti ombak yang selalu semena-mena menghapus jejak-jejak kaki manusia di atas pasir. Namun, ketika aku mau dan mampu untuk mengenal dan mengenali, mungkin nasibku seperti kertas yang selalu mengingat mata-mata pena yang pernah menggilas permukaannya; seperti batu yang mengingat goresan-goresan sang pemahatnya dengan tetap mempertahankan rupanya yang sekarang menjadi patung menawan.
Ah... betapa indahnya jika ini bisa terjadi pada setiap manusia di dunia.
Saling mengenal satu sama lain.......mengantongi informasi-informasi tentang orang lain dalam gudang memori jangka panjang.....
Whuhuu.... !!!!!
Anyhow, g semua orang mau dikenali dan ga tiap orang mau untuk mengenal dan mengenali apa, siapa, dan bagaimana hal ikhwal yang ia jumpai dalam hidup.
Spertinya petuah sang alam ini amat berbicara bagiku.
Petuah ini menjadi inspirasi baru sekaligus memperteguh segala tingkah dan keputusanku ketika aku menghadapi teman-teman panitia Inisiasi yang pada dasarnya aku tidak mengenal mereka; seperti batu yang enggan mengenali sang pemahat karena enggan menciptakan komunikasi di antar mereka..... akibatnya ia hanya menjadi batu tak bermakna karena tergerus guliran-guliran waktu....^^
skip to main |
skip to sidebar
About Me
Ketika suaraku hanya abu di antara bilah-bilah kayu
Sabtu, 31 Juli 2010
Labels
- Ajar Urip (15)
- Artikel Lepas (1)
- Ngayal (1)
- Panggilan hidup (3)
- Poems (10)
- Solilokui (3)
- Tujuan hidup (2)
0 komentar:
Posting Komentar