Rumput di taman tidak akan pernah menginginkan menjadi bunga yang berwarna-warni. Mungkin itu benar, sangkaku, karna aku sendiri tidak mengerti bahasa rumput seandainya ia bisa berbicara. Yang kupahami, ia merasa cukup untuk menjadi rumput yang mewarnai taman dengan hijaunya. Menebarkan wangi terapi khas rumput basah.
Demikian juga bunga. Meski dipandang sebagai karya ciptaan yang rupawan, ia tetap menyisakan celah agar rumput bisa bernapas. Menikmati hangatnya mentari yang membantu mereka untuk tetap hidup.
Bunga dan rumput, semuanya tumbuh ke atas. Seakan selalu rindu untuk berhadapan dengan penciptanya. Atau hanya sekedar selalu memuji Dia karna meletakkan mereka sebagai aksesoris semesta raya.
Dalam taman kecil itu, bersama-sama mereka mengkombinasi wewangian mereka yang khas. Mereka tidak saling mematahkan demi hidup mereka. Mungkin masing-masing dari mereka menyadari bahwa mereka memiliki tujuan dan kerinduan yang sama. Mungkin pula mereka menyadari bahwa keindahan ada karena kekhasan masing-masing dari mereka.
Yang jelas, mereka hidup dalam satu eksistensi; satu keberadaan, yaitu: keindahan dan keagungan karya Sang Penyelenggara Semesta, seniman agung jagad raya.
skip to main |
skip to sidebar
About Me
Ketika suaraku hanya abu di antara bilah-bilah kayu
Kamis, 28 Januari 2010
Labels
- Ajar Urip (15)
- Artikel Lepas (1)
- Ngayal (1)
- Panggilan hidup (3)
- Poems (10)
- Solilokui (3)
- Tujuan hidup (2)
0 komentar:
Posting Komentar